Kolaborasi
Local Genius (Kecerdasan SDM Lokal)
dan Meritokrasi: Memberikan Penghargaan Setinggi-tingginya Bagi SDM Bangsa
Sendiri yang Berkualitas
Oleh
Malisa Ladini, Ilmu Politik UNNES
Sahabat
pemuda, saatnya tabuh genderang prestasi, demi pakar-pakar bangsa yang kuat. Dengan
belalakan mata mengais masa depan bangsa, tak ada kata “santai-bergantung”, tak
ada kata “urakan”, dan tak ada lagi “diskriminasi”. Berkenaan dengan tema “Dari Keunggulan Sumber Daya Alam menuju
Keunggulan Sumber Daya Manusia” yang terkandung dalam pesan (artikel berjudul)
“Titik Cerah dalam Transformasi SDM Kita” di www.darwinsaleh.com, saya berpandangan bahwa saya
setuju dengan “upaya KESDM mencanangkan program transformasi SDM Indonesia
dengan mendorong perusahaan ESDM untuk lebih mengaktifkan program pelatihan
tenaga kerja di desa-desa agar lebih berkualifikasi."Karena langkah ini merupakan
tonggak dari kualitas SDM bangsa Indonesia ke depannya.
Kemudian saya berpikir untuk mencetuskan ide Kolaborasi Local Genius (Kecerdasan SDM Lokal) dan Meritokrasi: Memberikan Penghargaan Setinggi-tingginya Bagi SDM Bangsa Sendiri yang Berkualitas. Ini sangat penting untuk menumbuhkan semangat memperbaiki negara Indonesia ini. Kalau memang anak bangsa sendiri mampu, kita bisa mandiri tanpa harus menyewa ahli dari luar negeri. Kalau anak bangsa sendiri juga mampu mengelola SDA negara kita kan juga merupakan nilai plus.
Kemudian saya berpikir untuk mencetuskan ide Kolaborasi Local Genius (Kecerdasan SDM Lokal) dan Meritokrasi: Memberikan Penghargaan Setinggi-tingginya Bagi SDM Bangsa Sendiri yang Berkualitas. Ini sangat penting untuk menumbuhkan semangat memperbaiki negara Indonesia ini. Kalau memang anak bangsa sendiri mampu, kita bisa mandiri tanpa harus menyewa ahli dari luar negeri. Kalau anak bangsa sendiri juga mampu mengelola SDA negara kita kan juga merupakan nilai plus.
Bukan
kalimat yang asing bagi kita, dari kalangan masyarakat menengah ke bawah yang
mengatakan “Kita hidup di negara sendiri,
tapi seperti di hegemoni bangsa lain. Bos-bos perusahaan besar kebanyakan orang
luar negeri, sedang kita jadi buruhnya.” Itu semua sering membuat kita
geram, tak jarang banyak yang melakukan aksi demo, utamanya di kalangan pemuda
dan kritikus. Mereka semua menghendaki PERUBAHAN, tak jarang mencaci-maki
bangsanya sendiri. Seperti yang saya
baca dalam artikel berjudul “Bersikap Positif Dalam Transformasi Bangsa” di www.darwinsaleh.com, saya setuju dengan artikel yang
mengutarakan “Boleh saja kita sedang kecewa dan prihatin pada situasi dan SDM
negara kita, boleh saja ada yang menganggap Indonesia menuju negara gagal kalau
melihat berbagai ukuran dan fenomena yang kasat mata, tetapi janganlah
sedemikian pesimistik hingga terkesan mencemooh bangsa sendiri.”
Karena sebenarnya semua itu bisa dirintis jika ada Kolaborasi antara Local Genius dan Meritokrasi tanpa harus
dengan menggunakan banyak aksi “jotos”.
Kekerasan keributan dan diskriminasi hanya membuang-buang waktu, sebab kita
sendiri harus mempersiapkan diri bagaimana menjadi pakar yang tangguh. Ke depan
tantangan bangsa akan semakin berat, adanya pasar bebas dan kencangnya arus
globalisasi membuat kita semua harus siap.
Kunci
yang harus kita pegang dalam nilai-nilai yang harus kita ilhami dari Kolaborasi Local Genius (Kecerdasan SDM Lokal) dan Meritokrasi adalah
sebagai berikut:
Kecerdasan
SDM Lokal
a.
Menggerakkan potensi SDM lokal dalam
negeri. Pemberian wadah-wadah yang
bersifat menggali dan mencari ahli-ahli dalam negeri. Mendorong suksesnya Balai
Latihan Kerja (BLK) untuk membentuk tenaga kerja Indonesia yang unggul dan
bermartabat. Bukan hal yang tak mungkin akan banyak bertumbuh tenaga kerja yang
ahli dari bawah. Pemberian reward
penting untuk memotivasi siapa-siapa saja yang telah berhasil menerapkan ilmu
dan keterampilan yang diajarkan dalam pelatihan tersebut. Ini juga akan memicu
motivasi bagi siapa-siapa saja yang belum mengikuti pelatihan dan menginginkan
hal yang sama.
b.
Pemberian apresiasi terhadap anak bangsa
yang berprestasi, baik di bidang akademis dan non akademis. Kiranya ini
dilakukan oleh semua lembaga pendidikan mulai dari PAUD, TK, SD, SMP, SMA, dan
Pergruan Tinggi. Baik lembaga pendidikan negeri mau pun swasta. Sejengkal
apresiasi adalah kobar sulut api semangat bagi anak didik di negeri ini.
Sehingga tidak ada lagi guru yang tidak mempunyai tanggungjawab moral bagi anak
didiknya, mereka perlu merangkul muridnya dan peduli akan kualitas anak
didiknya. Sebab guru yang berkualitas akan melahirkan murid yang berkualitas
pula.
c.
Titik cerah peningkatan SDM kita juga
sudah bisa kita lihat dari banyaknya pemberian beasiswa dari tingkat SD hingga
Perguruan Tinggi. Namun masih saja terlihat banyak anak bangsa yang tidak
terwadahi. Mereka hidup di jalanan dan bekerja dalam usia yang seharusnya masih
sekolah. Seperti yang saya kutip dari Plato bahwa “Negara wajib mendidik rakyatnya.
Sebab kebijakan adalah pengetahuan.” (Schmandt 1960).
Meritokrasi
Meritokrasi
adalah bentuk pemerintahan atau administrasi dimana pemimpin yang dipilih
berdasarkan kemampuan. Terkadang sistem ini sangat jauh dipraktekan di
Indonesia, melihat fakta di lapangan banyaknya orang yang “menyogok”,
“titipan”, dan cari muka untuk menempati suatu jabatan tertentu. Itu tak asing
lagi, seringkali saya atau kebanyakan kami melihat fenomena semacam itu, faktor
uang, relasi, dan kedekatan menjadi jurus jitu. Akibatnya banyak orang yang
seharusnya lebih berhak dan lebih mampu menduduki profesi tersebut harus
tergeser pada praktek nepotisme yang
sedemikian rupa. Ada hal-hal yang harus dipraktekan dalam sistem yang
meritokrasi, sebagai berikut:
a.
Penilaian
Berdasarkan Kerja
Sebagai bentuk pemerintahan,
meritokrasi berusaha mencari orang yang memiliki kemampuan dan kualitas terbaik
melalui saringan ketat dan FAIR.
Setelah terpilih sosok-sosok yang terbaik untuk menduduki suatu posisi baik
sekolah maupun pekerjaan, utamanya (pemerintahan), mereka akan mendapatkan
penghargaan bagi yang berprestasi.
b.
Tidak
Terpaku Senioritas
Meritokrasi bisa
membawa seseorang yang bersungguh-sungguh maju dan jabatannya terus meningkat
sesuai dengan apa yang ia kerjakan tanpa harus terhalang oleh tingkatan
senioritas yang ketat.
c.
Nilai
Plus Bagi yang Kerja Keras dan Berkemauan Tinggi
Meritokrasi memberikan peluang yang
luas untuk meningkatkan etos tenaga kerja yang tinggi bagi setiap individu. Jadi, majunya suatu pemerintahan tidak
melulu pada wadahnya melainkan personal orang-orang yang ada di dalamnya. Untuk itu ini menjadi salah satu
penarik bagi rakyat agar mau kerja keras dan ikut serta memajukan bangsa.
Kita harus sadar diri sebagai warga
negara! Berkenaan dengan ini ada pesan dari (artikel) yang sangat saya setujui,
artikel tersebut berjudul “Berterimakasihlah Kepada Bumi Tempat Berpijak” di www.darwinsaleh.com. Ada cerita ironis dari PS, salah
satu 10 besar konglomerat terkaya di Indonesia memberi hibah $20,5 juta kepada
Universitas Harvard yang merupakan sumbangan ke-5 terbesar dalam 74 tahun
terakhir yang diterima mereka. Aneh sekali diulas oleh Boston.com dan
Al-terity.blogspot.com, mengapa semua dana itu tidak diberikan saja pada
Universitas di Indonesia. Karena angka sebesar itu akan
lebih berguna apabila digunakan untuk mengefektifkan Balai Latihan Kerja (BLK)
di negeri sendiri. Tentu itu semua akan menjadi semangat dan apresiasi untuk
anak didik di Indonesia. Perlu disadari bahwa penghargaan setinggi-tingginya
bagi SDM bangsa sendiri jauh lebih penting.
Seperti
yang sudah kita ketahui, sadari, dan rasakan sendiri betapa enaknya hidup di
bumi pertiwi ini. Alam yang ringan ibaratnya lagu Koes Plus “Kata orang tanah kita tanah surga, tongkat
kayu dan batu jadi tanaman.” Itu yang melesatkan pikiran saya ketika
masa-masa SD di mata pelajaran IPS yang saya dapatkan dulu. Guru saya dan orang
tua saya menceritakan bahwa Indonesia adalah negara agraris, maritim, pernah
menjadi macan asia, pernah menjadi negara swa sembada, dan lain-lain. Semua itu
benar-benar membuat saya rindu, kapan lagi Indonesia akan terdengar gaung
prestasinya. Apa yang saya lihat
sekarang? Seringkali saya mendapati teman wanita yang masih usia anak sekolah sudah
berkeluarga. Akibatnya mereka kebingungan bagaimana cara menghidupi dan
mencukupi kebutuhan anaknya. Itu semua karena kurangnya keahlian di usia muda.
Sedang banyak pria di kampung halaman saya yang berpangku tangan, tidak
bekerja, dan mengendarai motor “ugal-ugalan” di jalanan, mereka berpikir itu semua
hebat? Keren? Lalu dimanakah etos tenaga kerja kita? Wajah menyedihkan juga
terlihat dari birokrasi kita, sekian banyak kasus korupsi yang disiarkan
melalui berita baik online, televisi,
dan cetak. “Kongkalikong” terjadi dimana-mana, lembaga dan organisasi di isi
oleh orang-orang tak baik. Ibaratnya “Koruptor tua yang melahirkan bayi-bayi
koruptor” saja. Semua itu karena tidak adanya meritokrasi di negeri ini. Hampir
semua berwarna abu-abu yang hitam tak semuanya hitam dan yang putih tak
semuanya putih, hanya sekedar menginginkan sebuah pengakuan semata. Banyak pakar-pakar yang luput dari sorot
kamera, sebab semua yang kita lihat sebagian besar hanyalah bentuk pencitraan
semata. Akal bulus, tipu muslihat, dan mobokrasi semakin terlihat. Mobokrasi terdiri dari dua kata
seperti yang saya baca dalam www.leadershippark.com
yaitu “mob” yang berarti gerombolan, dan “krasi” yang berarti kedaulatan
dan kekuasaan. Karena sebagai tempat berhimpunnya masyarakat yang brutal,
maka mobokrasi bersifat kontra demokrasi. Mobokrasi merupakan pemerintahan yang
dipimpin oleh orang yang tidak bisa bekerja di pemerintahan itu sendiri,
terdiri dari rakyat jelata yang miskin ilmu dan tidak pengalaman. Baik rakyat
pemilih maupun yang dipilih adalah mereka yang tidak terkualifikasi secara
pendidikan, memiliki moral buruk, dan mental yang rapuh. Sehingga dalam
pemerintahan seringkali menimbulkan kekacauan dan ketidakpastian.
Demikian
ide yang saya sumbangkan melalui artikel ini, semoga bisa memberikan pencerahan
bagi kemajuan bangsa Indonesia ke depan. Kolaborasi Local Genius (Kecerdasan SDM Lokal) dan Meritokrasi: Memberikan
Penghargaan Setinggi-tingginya Bagi SDM Bangsa Sendiri yang Berkualitas sangat
penting sebagai tonggak perbaikan tenaga kerja dan SDM di segala bidang. Sebab
bila cara ini tidak gencar diterapkan, negara kita yang kaya SDA justru akan
semakin porak-poranda karena tidak dikelola oleh SDM yang tepat. Jika ada anak
bangsa yang mumpuni di suatu bidang apa pun itu, perlu kiranya diwadahi,
difasilitasi, dan diberdayakan semaksimal mungkin. Sehingga ada cambuk
tersendiri bagi anak bangsa untuk terus berprestasi dan menjadi ahli-ahli yang
sesuai dengan bidang yang ditekuni dan disukainyaa. Kemudian berlakukan
meritokrasi di segala bidang akan betul-betul menyaring bibit unggul yang
berkualitas sesuai dengan bidang masing-masing. Jika sebagian besar pihak
memberlakukan meritokrasi saat merekrut pegawainya, tentu akan ada titik cerah
bagi martabat Indonesia selanjutnya. Sebab meritokrasi mengedepankan proses dan
hasil kerja setiap individunya.
Referensi:
Scmandt,
Henry. 1960. Filsafat Politik. Terjemahan Ahmad Baidlowi. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar
Sumber Gambar:
Tulisan ini dibuat untuk mengikuti
lomba blog dari www.darwinsaleh.com. Tulisan adalah karya saya sendiri
dan bukan merupakan jiplakan.
Salam Pemuda! Optimis! Segar
Pikiran! Segar Karya! Sumbangsih untuk Bangsa!
Memang benar kak, negara ini memang bnyk pejabat yg tidak sesuai dgn kapabilitas dan keahlian yg ia miliki , sehingga bnyak pejabat yg menyalahgunakan tugas dan wewenang karena bukan bidangnya kakak
BalasHapusTerimakasih kak komentarnya, maka dari itu dengan adanya meritokrasi akan terdeteksi siapa saja yang benar-benar berkualitas dan jujur
BalasHapusIya mbak.. tapi negeri ini dh terlanjur rapuh2 , pilar2 pilihan disingkirkan, pilar2 berkarat d.tegakkan
Hapusmemang kalau lihat dari segi buruk selalu buruk mas, masak iya negara yang merdeka belum ada 100 tahun sudah langsung sempurna dari segala hal, minimal kita sebagai pemuda tak pengecut dan tidak menghalalkan segala cara saja mas untuk menduduki sebuah profesi
Hapusartikelnya bagus sekali kak, saya setuju dengan pendapat kakak.
BalasHapusterimakasih dik, semoga bisa memberi sumbangsih bagi negeri ya
Hapustapi apakah bisa mempraktekan meritokrasi kak? kan sudah banyak sekali yang tidak jujur di negeri ini
BalasHapuskalau pesimis kita akan susah mencapai itu dik, tapi adik yang masih sekolah harus optimis dan sungguh-sungguh. agar kemampuan yang dimiliki oleh anak bangsa ini bisa terwadahi tanpa adanya diskriminasi dengan adanya KKN, optimis selaluu ya dik
Hapusiya kak benar sekali, memang terkadang penilaian hitam di atas putih kurang membuktikan apakah anak tersebut berkualitas atau tidak
BalasHapusiya dik, tapi dengan adanya kurikulum 2013 sekarang lebih diperhatikan kan tentang perbaikan karakter dan moralnya, itu kan merupakan cerminan dari meritokrasi juga dik
Hapusiya kak, yang masih bisa di bangun ya di bangun, yang sudah terlanjur biarkan berkarat saja
Hapuspemuda sekarang kebanyakan demo kak, lupa belajarr
BalasHapusyang penting diri kita sendiri ya dik, tetap semangat berkarya untuk negeri kita, semangat
Hapusiya kak semoga karya kakak masuk di kompetisi tersebut,
Hapus