“Aku bisa melihat tanda-tanda.
Tak jemu aku melihat tanda-tanda.
Hijaumu pudar kelabu.
Mengikis senyum alam kita…”
Source: deviens29.wordpress.com
Pembahasan
mengenai alam dan lingkungan tak pernah habis kita upayakan. Tapi pembahasan
saja tidak cukup jika kita masih juga berpangku tangan. Alam adalah suatu
paradoks bagi kita. Di satu sisi menjadi tumpuan hidup bagi kita. Di sisi lain
dapat melumat kehidupan kita. Tak pelak seringkali kita mendengar banyak berita
mengenai kerusakan lingkungan. Baik secara alamiah mau pun yang berasal dari
dampak kecerobohan manusia kita. Masyarakat era modern ini dikenal sebagai
masyarakat yang acuh tak acuh terhadap lingkungan. Era pembangunan menjadi
pemacu timbulnya banyak masalah lingkungan. Mengapa? Pembangunan yang hebat
tidak selalu mengutamakan dampak lingkungan yang dihasilkan dari pembangunan
itu. Meski begitu, bukan pembangunan yang kita hindari, malainkan suatu
temuan-temuan baru bagaimana upaya pembangunan tersebut tetap membuat
lingkungan terjaga.
Konservasi Sebagai Ruang Realitas
Berbicara
mengenai lingkungan hijau, terbesit mengenai konservasi. Konservasi dikemukakan
oleh Theodore Roosevelt pada awal abad ke-19. Konservasi ini berasal dari dua
kata yaitu con (together) dan servare (keep/save) yang berarti
merupakan upaya memelihara sesuatu yang dimiliki dengan cara bijaksana. Pada intinya
menurut Joko Sutarto konservasi adalah pewarisan nilai-nilai budaya yang
bertujuan untuk merevitalisasi nilai luhur, karakter, dan budaya bangsa melalui
pembelajaran yang mengedepankan kaidah-kaidah etika. Sehingga konservasi dapat
ditegaskan sebagai sebuah upaya, gagasan, cita-cita, dan pelaksanaan
pelestarian alam.
Saya adalah satu dari sekian ribu mahasiswa yang sedang
menempuh pendidikan di Universitas Negeri Semarang (UNNES).
UNNES sendiri
merupakan kampus yang menggelontorkan kebijakan mengenai konservasi dengan
perluasan tujuh pilar unit kerja yaitu keanekaragaman hayati, pengelolaan
limbah, kebijakan nikertas, energi bersih, (etika, seni, dan budaya), dan
kaderisasi konservasi.
Secara otomatis semua warga UNNES menjadi pelopor atau
memikul amanah dipundaknya dalam kaderisasi konservasi. Terlebih lingkungan
kita yang seringkali tak bersahabat oleh karena eksploitasi dan kecerobohan
masyarakat dalam mengabaikan kebersihan lingkungan hidup kita.
Resolusi Hijau 2015
Lomba
blog yang diadakan oleh The Nature Conservancy merupakan salah satu pemantik
bagi kita semua untuk membulatkan tekat menjadi manusia yang mencintai alam dan
melestarikan kehidupan. Dengan adanya ajang ini, maka secara sadar atau tidak
peserta yang ada di dalamnya akan merasa bahwa dia mengemban tanggungjawab
dalam Resolusi Hijau 2015 yang telah dibuatnya. Dalam ajang ini pula saya
sebagai mahasiswa Kampus Konservasi akan membagikan Resolusi Hijau 2015. Buat kalian yang ingin melakukan hal yang sama silahkan akses ke http://www.nature.or.id.
Resolusi
Hijau 2015 saya adalah pertama, menjadi pelopor untuk
membuang sampah pada tempatnya. Setiap hari kita menghasilkan sampah dapur. Pihak
kebersihan sudah menyediakan tempat sampah sesuai dengan kategori yaitu organik
dan non organik. Meski begitu masih banyak sekali dari kita yang mengabaikan
hal sepele semacam itu. Sehingga kita perlu memliki rasa kesadaran untuk
membuang sampah pada tempatnya.
Kedua,
menjadi
pelopor dan pemantau keluarga saya dalam menghemat energi listrik. Saya akan
berusaha memupuk kesadaran yang lebih tinggi untuk menghemat energi listrik. Begitu
juga untuk keluarga saya yang seringkali lalai dalam menggunakan energi
listrik. Misalnya menyalakan lampu kamar non
stop setiap hari, menonton televisi non
stop meskipun terkadang tidak ada yang menonton, dan mengecas laptop atau
handphone melebihi batas. Hal-hal semcam itu sering kita lakukan. Tapi ada
baiknya kita menjadi orang yang sadar diri dan menguranginya.
Ketiga,
menciptakan
lingkungan hijau. Di rumah saya ada sedikit pekarangan. Kini sudah ada beberapa
pohon mangga, pohon pisang, dan berbagai jenis sayuran atau tanam-tanaman hias.
Di tahun 2015 ini semoga keadaan ini bisa terus terjaga dan bahkan akan
tercipta lebih asri. Minimal ini adalah cerminan kecil dari RTH (Ruang Terbuka
Hijau). Jika dikembangkan di wilayah yang lebih luas, khsusunya di daerah
perkotaan. Tentu hal ini akan sangat membantu.
Penggabungan Dua Varian
Varian
pertama adalah varian kehidupan kampus. Ide mengenai konservasi, yang kemudian
dilaksanakan oleh seluruh mahasiswa di kampus saya. Berbagai kebijakan dan
berbagai upaya pelestarian lingkungan yang diemban oleh kampus saya. Beberapa contoh
implementasi konservasi di kampus saya adalah penanaman pohon bagi seluruh
warga UNNES, pengurangan asap kendaraan bermotor di lingkungan kampus, dan
upaya-upaya lainnya.
Setelah
pulang ke rumah saya memasuki hidup saya bersama keluarga. Di sini lah varian
ke dua. Bagaimana saya dan keluarga dapat melestarikan lingkungan kecil,
minimal di sekitar rumah. Dengan menjadi manusia yang sadar diri dalam membuang
sampah di tempatnya, mengurangi energi listrik secara berlebihan, dan
menciptakan lingkungan hijau.
Penggabungan
dua kehidupan yang berbeda ini diharapkan dapat membentuk kaderisasi konservasi
yang peduli dengan lingkungan dan melahirkan aktor-aktor pecinta lingkungan
berikutnya. Sehingga generasi penerus dapat membentuk suatu kehidupan yang
cinta dan menjadi penjaga alam dengan ketulusan bukan dengan embel-embel
lainnya.
Lomba
Blog #ResolusiHijau2015
Tidak ada komentar:
Posting Komentar