Rabu, 29 Januari 2014

KAUM MUDA BICARA INDONESIA: Kolaborasi (Kecerdasan SDM Lokal) dan Meritokrasi



Kolaborasi Local Genius (Kecerdasan SDM Lokal) dan Meritokrasi: Memberikan Penghargaan Setinggi-tingginya Bagi SDM Bangsa Sendiri yang Berkualitas
Oleh Malisa Ladini, Ilmu Politik UNNES
Sahabat pemuda, saatnya tabuh genderang prestasi, demi pakar-pakar bangsa yang kuat. Dengan belalakan mata mengais masa depan bangsa, tak ada kata “santai-bergantung”, tak ada kata “urakan”, dan tak ada lagi “diskriminasi”. Berkenaan dengan tema “Dari Keunggulan Sumber Daya Alam menuju Keunggulan Sumber Daya Manusia” yang terkandung dalam pesan (artikel berjudul) “Titik Cerah dalam Transformasi SDM Kita” di www.darwinsaleh.com, saya berpandangan bahwa saya setuju dengan “upaya KESDM mencanangkan program transformasi SDM Indonesia dengan mendorong perusahaan ESDM untuk lebih mengaktifkan program pelatihan tenaga kerja di desa-desa agar lebih berkualifikasi."Karena langkah ini merupakan tonggak dari kualitas SDM bangsa Indonesia ke depannya. 
Kemudian saya berpikir untuk mencetuskan ide  Kolaborasi Local Genius (Kecerdasan SDM Lokal) dan Meritokrasi: Memberikan Penghargaan Setinggi-tingginya Bagi SDM Bangsa Sendiri yang Berkualitas. Ini sangat penting untuk menumbuhkan semangat memperbaiki negara Indonesia ini. Kalau memang anak bangsa sendiri mampu, kita bisa mandiri tanpa harus menyewa ahli dari luar negeri. Kalau anak bangsa sendiri juga mampu mengelola SDA negara kita kan juga merupakan nilai plus.
Bukan kalimat yang asing bagi kita, dari kalangan masyarakat menengah ke bawah yang mengatakan “Kita hidup di negara sendiri, tapi seperti di hegemoni bangsa lain. Bos-bos perusahaan besar kebanyakan orang luar negeri, sedang kita jadi buruhnya.” Itu semua sering membuat kita geram, tak jarang banyak yang melakukan aksi demo, utamanya di kalangan pemuda dan kritikus. Mereka semua menghendaki PERUBAHAN, tak jarang mencaci-maki bangsanya sendiri. Seperti yang saya baca dalam artikel berjudul “Bersikap Positif Dalam Transformasi Bangsa” di www.darwinsaleh.com, saya setuju dengan artikel yang mengutarakan “Boleh saja kita sedang kecewa dan prihatin pada situasi dan SDM negara kita, boleh saja ada yang menganggap Indonesia menuju negara gagal kalau melihat berbagai ukuran dan fenomena yang kasat mata, tetapi janganlah sedemikian pesimistik hingga terkesan mencemooh bangsa sendiri.” Karena sebenarnya semua itu bisa dirintis jika ada Kolaborasi antara Local Genius dan Meritokrasi tanpa harus dengan menggunakan banyak aksi “jotos”. Kekerasan keributan dan diskriminasi hanya membuang-buang waktu, sebab kita sendiri harus mempersiapkan diri bagaimana menjadi pakar yang tangguh. Ke depan tantangan bangsa akan semakin berat, adanya pasar bebas dan kencangnya arus globalisasi membuat kita semua harus siap.
Kunci yang harus kita pegang dalam nilai-nilai yang harus kita ilhami dari Kolaborasi Local Genius (Kecerdasan SDM Lokal) dan Meritokrasi adalah sebagai berikut:
Kecerdasan SDM Lokal
a.       Menggerakkan potensi SDM lokal dalam negeri. Pemberian  wadah-wadah yang bersifat menggali dan mencari ahli-ahli dalam negeri. Mendorong suksesnya Balai Latihan Kerja (BLK) untuk membentuk tenaga kerja Indonesia yang unggul dan bermartabat. Bukan hal yang tak mungkin akan banyak bertumbuh tenaga kerja yang ahli dari bawah. Pemberian reward penting untuk memotivasi siapa-siapa saja yang telah berhasil menerapkan ilmu dan keterampilan yang diajarkan dalam pelatihan tersebut. Ini juga akan memicu motivasi bagi siapa-siapa saja yang belum mengikuti pelatihan dan menginginkan hal yang sama.
b.      Pemberian apresiasi terhadap anak bangsa yang berprestasi, baik di bidang akademis dan non akademis. Kiranya ini dilakukan oleh semua lembaga pendidikan mulai dari PAUD, TK, SD, SMP, SMA, dan Pergruan Tinggi. Baik lembaga pendidikan negeri mau pun swasta. Sejengkal apresiasi adalah kobar sulut api semangat bagi anak didik di negeri ini. Sehingga tidak ada lagi guru yang tidak mempunyai tanggungjawab moral bagi anak didiknya, mereka perlu merangkul muridnya dan peduli akan kualitas anak didiknya. Sebab guru yang berkualitas akan melahirkan murid yang berkualitas pula.
c.       Titik cerah peningkatan SDM kita juga sudah bisa kita lihat dari banyaknya pemberian beasiswa dari tingkat SD hingga Perguruan Tinggi. Namun masih saja terlihat banyak anak bangsa yang tidak terwadahi. Mereka hidup di jalanan dan bekerja dalam usia yang seharusnya masih sekolah. Seperti yang saya kutip dari Plato bahwa “Negara wajib mendidik rakyatnya. Sebab kebijakan adalah pengetahuan.” (Schmandt 1960).
Meritokrasi
Meritokrasi adalah bentuk pemerintahan atau administrasi dimana pemimpin yang dipilih berdasarkan kemampuan. Terkadang sistem ini sangat jauh dipraktekan di Indonesia, melihat fakta di lapangan banyaknya orang yang “menyogok”, “titipan”, dan cari muka untuk menempati suatu jabatan tertentu. Itu tak asing lagi, seringkali saya atau kebanyakan kami melihat fenomena semacam itu, faktor uang, relasi, dan kedekatan menjadi jurus jitu. Akibatnya banyak orang yang seharusnya lebih berhak dan lebih mampu menduduki profesi tersebut harus tergeser pada praktek nepotisme yang sedemikian rupa. Ada hal-hal yang harus dipraktekan dalam sistem yang meritokrasi, sebagai berikut:
a.      Penilaian Berdasarkan Kerja
Sebagai bentuk pemerintahan, meritokrasi berusaha mencari orang yang memiliki kemampuan dan kualitas terbaik melalui saringan ketat dan FAIR. Setelah terpilih sosok-sosok yang terbaik untuk menduduki suatu posisi baik sekolah maupun pekerjaan, utamanya (pemerintahan), mereka akan mendapatkan penghargaan bagi yang berprestasi.
b.      Tidak Terpaku Senioritas
Meritokrasi bisa membawa seseorang yang bersungguh-sungguh maju dan jabatannya terus meningkat sesuai dengan apa yang ia kerjakan tanpa harus terhalang oleh tingkatan senioritas yang ketat.
c.       Nilai Plus Bagi yang Kerja Keras dan Berkemauan Tinggi
Meritokrasi memberikan peluang yang luas untuk meningkatkan etos tenaga kerja yang tinggi bagi setiap individu. Jadi, majunya suatu pemerintahan tidak melulu pada wadahnya melainkan personal orang-orang yang ada di dalamnya. Untuk itu ini menjadi salah satu penarik bagi rakyat agar mau kerja keras dan ikut serta memajukan bangsa.
Kita harus sadar diri sebagai warga negara! Berkenaan dengan ini ada pesan dari (artikel) yang sangat saya setujui, artikel tersebut berjudul “Berterimakasihlah Kepada Bumi Tempat Berpijak” di www.darwinsaleh.com. Ada cerita ironis dari PS, salah satu 10 besar konglomerat terkaya di Indonesia memberi hibah $20,5 juta kepada Universitas Harvard yang merupakan sumbangan ke-5 terbesar dalam 74 tahun terakhir yang diterima mereka. Aneh sekali diulas oleh Boston.com dan Al-terity.blogspot.com, mengapa semua dana itu tidak diberikan saja pada Universitas di Indonesia. Karena angka sebesar itu akan lebih berguna apabila digunakan untuk mengefektifkan Balai Latihan Kerja (BLK) di negeri sendiri. Tentu itu semua akan menjadi semangat dan apresiasi untuk anak didik di Indonesia. Perlu disadari bahwa penghargaan setinggi-tingginya bagi SDM bangsa sendiri jauh lebih penting.
Seperti yang sudah kita ketahui, sadari, dan rasakan sendiri betapa enaknya hidup di bumi pertiwi ini. Alam yang ringan ibaratnya lagu Koes Plus “Kata orang tanah kita tanah surga, tongkat kayu dan batu jadi tanaman.” Itu yang melesatkan pikiran saya ketika masa-masa SD di mata pelajaran IPS yang saya dapatkan dulu. Guru saya dan orang tua saya menceritakan bahwa Indonesia adalah negara agraris, maritim, pernah menjadi macan asia, pernah menjadi negara swa sembada, dan lain-lain. Semua itu benar-benar membuat saya rindu, kapan lagi Indonesia akan terdengar gaung prestasinya. Apa yang saya lihat sekarang? Seringkali saya mendapati teman wanita yang masih usia anak sekolah sudah berkeluarga. Akibatnya mereka kebingungan bagaimana cara menghidupi dan mencukupi kebutuhan anaknya. Itu semua karena kurangnya keahlian di usia muda. Sedang banyak pria di kampung halaman saya yang berpangku tangan, tidak bekerja, dan mengendarai motor “ugal-ugalan” di jalanan, mereka berpikir itu semua hebat? Keren? Lalu dimanakah etos tenaga kerja kita? Wajah menyedihkan juga terlihat dari birokrasi kita, sekian banyak kasus korupsi yang disiarkan melalui berita baik online, televisi, dan cetak. “Kongkalikong” terjadi dimana-mana, lembaga dan organisasi di isi oleh orang-orang tak baik. Ibaratnya “Koruptor tua yang melahirkan bayi-bayi koruptor” saja. Semua itu karena tidak adanya meritokrasi di negeri ini. Hampir semua berwarna abu-abu yang hitam tak semuanya hitam dan yang putih tak semuanya putih, hanya sekedar menginginkan sebuah pengakuan semata. Banyak pakar-pakar yang luput dari sorot kamera, sebab semua yang kita lihat sebagian besar hanyalah bentuk pencitraan semata. Akal bulus, tipu muslihat, dan mobokrasi semakin terlihat. Mobokrasi terdiri dari dua kata seperti yang saya baca dalam www.leadershippark.com yaitu “mob” yang berarti gerombolan, dan “krasi” yang berarti kedaulatan dan kekuasaan. Karena sebagai tempat berhimpunnya masyarakat yang brutal, maka mobokrasi bersifat kontra demokrasi. Mobokrasi merupakan pemerintahan yang dipimpin oleh orang yang tidak bisa bekerja di pemerintahan itu sendiri, terdiri dari rakyat jelata yang miskin ilmu dan tidak pengalaman. Baik rakyat pemilih maupun yang dipilih adalah mereka yang tidak terkualifikasi secara pendidikan, memiliki moral buruk, dan mental yang rapuh. Sehingga dalam pemerintahan seringkali menimbulkan kekacauan dan ketidakpastian.
Demikian ide yang saya sumbangkan melalui artikel ini, semoga bisa memberikan pencerahan bagi kemajuan bangsa Indonesia ke depan. Kolaborasi Local Genius (Kecerdasan SDM Lokal) dan Meritokrasi: Memberikan Penghargaan Setinggi-tingginya Bagi SDM Bangsa Sendiri yang Berkualitas sangat penting sebagai tonggak perbaikan tenaga kerja dan SDM di segala bidang. Sebab bila cara ini tidak gencar diterapkan, negara kita yang kaya SDA justru akan semakin porak-poranda karena tidak dikelola oleh SDM yang tepat. Jika ada anak bangsa yang mumpuni di suatu bidang apa pun itu, perlu kiranya diwadahi, difasilitasi, dan diberdayakan semaksimal mungkin. Sehingga ada cambuk tersendiri bagi anak bangsa untuk terus berprestasi dan menjadi ahli-ahli yang sesuai dengan bidang yang ditekuni dan disukainyaa. Kemudian berlakukan meritokrasi di segala bidang akan betul-betul menyaring bibit unggul yang berkualitas sesuai dengan bidang masing-masing. Jika sebagian besar pihak memberlakukan meritokrasi saat merekrut pegawainya, tentu akan ada titik cerah bagi martabat Indonesia selanjutnya. Sebab meritokrasi mengedepankan proses dan hasil kerja setiap individunya.
 
Referensi:
Scmandt, Henry. 1960. Filsafat Politik. Terjemahan Ahmad Baidlowi. Yogyakarta:  
           Pustaka Pelajar

Sumber Gambar:
Tulisan ini dibuat untuk mengikuti lomba blog dari www.darwinsaleh.com. Tulisan adalah karya saya sendiri dan bukan merupakan jiplakan.
Salam Pemuda! Optimis! Segar Pikiran! Segar Karya! Sumbangsih untuk Bangsa!

Kontribusi Bagi Bangsa Melalui Pendidikan: Dataprint Sahabat Printerku, Dataprint Sahabat Beasiswaku

Semua pihak harus ikut peduli bagi pendidikan bangsa Indonesia? Ya, pendidikan ialah jantung hidup bangsa kita. Dari pendidikan lah, terla...